KASONGAN – Di balik indahnya anyaman rotan yang kini bersiap menembus pasar internasional, tersimpan cerita tentang harapan baru bagi ribuan keluarga perajin, terutama perempuan desa yang selama ini berjuang dalam keterbatasan.
Peluncuran produk kerajinan rotan berorientasi ekspor di Komplek UPT Rotan dan Kayu Hampangen, Rabu (8/10/2025), bukan sekadar seremoni bisnis. Ia adalah tonggak kebangkitan industri rotan Katingan, sekaligus gerakan pemberdayaan ekonomi inklusif yang menyentuh langsung denyut nadi masyarakat pedesaan.
Perempuan sebagai Penopang Industri
Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Katingan menunjukkan, lebih dari 70 persen tenaga kerja di sentra kerajinan rotan adalah perempuan. Mereka bukan sekadar pengrajin, melainkan ibu rumah tangga, janda, hingga remaja putus sekolah yang menggantungkan hidup pada keterampilan menganyam.
Namun selama bertahun-tahun, hasil karya mereka terjebak dalam rantai pasok yang timpang. Produk rotan dijual murah di tingkat desa, sementara di kota besar atau luar negeri, harganya bisa melambung berkali lipat.
“Dulu kami hanya tahu rotan jadi kursi, tanpa tahu nilainya di luar sana. Sekarang, kami bisa melihat kursi itu punya harga dan cerita,” tutur Vina (42), perajin dari Kelurahan Kasongan Lama, yang kini dipercaya menjadi koordinator kelompok perajin di desanya.
Transformasi Lewat Kemitraan
Situasi mulai berubah berkat kolaborasi strategis antara Pemerintah Kabupaten Katingan, PT. Harmoni Usaha Indonesia (HUI), dan Kedutaan Besar Kanada. Para perajin tidak hanya diberi pelatihan teknik anyaman modern, tetapi juga dibekali keterampilan wirausaha: literasi digital, manajemen keuangan, hingga pemahaman standar ekspor.
Bahkan, mereka belajar cara sederhana memotret produk agar bisa masuk katalog online. Sebuah langkah kecil yang membuka jalan besar menuju pasar global.
Babak Baru Rotan Katingan
Bupati Katingan, Saiful, menyebut momentum ini sebagai wajah baru industri rotan daerah. “Rotan Katingan bukan hanya produk, tapi simbol kerja keras masyarakat kita. Dengan dukungan semua pihak, kita ingin memastikan kesejahteraan perajin meningkat seiring meluasnya pasar,” ujarnya.
Kini, rotan Katingan tidak lagi sekadar cerita tentang bahan mentah yang keluar dari hutan, melainkan karya bernilai tinggi yang membawa nama daerah ke panggung dunia. Lebih dari itu, ia menjadi kisah pemberdayaan perempuan pedesaan – dari yang sebelumnya tak terlihat, kini berdiri tegak sebagai pelaku utama perubahan.
(Tri)
